Biografi Perintis Pondok Pesantren Al-Islami As-Salafy Taman Sari

  • A. Lahirnya Perintis Pondok Pesantren Al-Islami As-Salafy Taman Sari Pada saat kritisnya Indonesia yang sedang dijajah oleh bangsa barat telah dilahirkan seorang anak di tanah Madura tepatnya di Pamekasan. Dia adalah Lora Ach Hamzah putra pertama dari dua bersaudara keturunan KH. Moh. Rosyad Pengasuh Pondok Pesantren Sumber Sari yang sekarang juga dikenal dengan Roudlatul Anwar. KH. Moh. Rosyad hanya dianugrahi dua orang anak laki-laki oleh Allah SWT. Sangat kurang bagi ukuran seorang kiai sebagai Warotsatul Anbiya’ yang harus menyiapkan generasi Alim Ulama’ untuk masa-masa selanjutnya, tapi bagi KH. Moh. Rosyad itu sudah cukup asalkan semuanya menjadi alim ulama’ yang benar-benar alim, taqwa dan mengamalkan ilmunya sehingga berguna bagi dirinya dan umat manusia, daripada banyak tapi selalu menjauhi perintah Allah, biarpun orang yang mengenalnya memanggil dengan sebutan Kiai. Nama dari putra kedua KH. Moh Rosyad atau adik satu-satunya Ach. Hamzah adalah Moh. Mukhtar, kedua anak tersebut semuanya dicita-citakan oleh KH. Moh. Rosyad nanti untuk menjadi penerusnya yaitu ulama’ yang Mutafaqqih Fiddin B. Lora Ach. Hamzah Sebagai Tholibul Ilmi Dari tahun ke tahun Lora Ach. Hamzah dan adiknya Lora Moh. Mukhtar diasuh dan dididik oleh kedua orang tuanya, satelah menginjak usia belasan tahun dan dianggap sudah mandiri oleh kedua orang tuanya, sepantasnya Lora Ach. Hamzah menjadi penuntut ilmu. Maka kemudian lora Ach. Hamzah dimondokkan di sebuah pesantren milik pamannya sendiri yaitu Pondok Pesantren Panyepen Palengaan Pamekasan, yang ketika itu diasuh oleh KH. Badruddin, letak pondok tersebut tidak begitu jauh di sebelah timur kediamannya. KH. Moh. Rosyad memilih pondok yang dekat agar mempermudah pengiriman dan juga pantauan beliau. Setelah beberapa tahun kemudian Lora Ach. Hamzah yang masih menjadi santri di Panyepen dengan sudah tertanamnya jiwa tholibul ilmi, dia dipindahkan oleh ayah tercintanya ke Pondok Pesantren Sumber Anom yang juga diasuh oleh pamannya sendiri yaitu KH. Moh Rofi’i. Beliau tekun mengaji kitab kepada pamannya dan asatidz yang mengajar di Pondok Pesantren tersebut. Lora Ach. Hamzah yakin bahwa menuntut ilmu adalah ibadah dan juga kewajiban seorang muslim, tidak lama beliau mengaji di Sumber Anom, kemudian beliau mempunyai keinginan untuk merasakan bagaimana menjadi santri di Pesantren besar karena dua Pesantren yang pernah beliau alami itu masih tergolong Pondok kecil. Alhamdulillah keinginan beliau terkabul ketika sang ayah KH. Moh Rosyad memondokkan anak kedua atau adik Lora Hamzah yaitu Lora Mukhtar ke Pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan, maka dengan tanpa memberi tahu bahwa ingin pindah, beliau ditawari oleh ayahnya untuk pindah ke Pesantren Bettet. Sebagai anak yang baik dan berbakti kepada orang tuanya. dengan senang hati beliau menerima tawaran tersebut. Alasan KH. Moh. Rosyad memindahkan Ach. Hamzah ke Pesantren Bettet, agar bisa menambah pengalaman dalam menuntut ilmu di samping itu, juga untuk menemani adiknya yang masih kecil dan belum mandiri. Pondok Pesantren Bettet ketika itu diasuh oleh KH. Sirojuddin yang juga satu famili dengan KH. Moh. Rosyad. Sebagaimana dua pengasuh Pondok Pesantren yang dialami sebelumnya, Lora Ach. Hamzah juga memanggil paman kepada KH. Sirojuddin namun hal itu tidak membuatnya sombong lantaran menjadi santri di Pondok Pesantren milik pamannya, dia malah semakin tawadlu’ dan berbudi pekerti luhur dalam bergaul dengan teman-temannya. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai santri yang tekun baik dalam belajar maupun dalam bekerja, serta kerapiannya dalam berpakaian sehingga ketika dia mengemban amanah kepengurusan beliau mendapat kepercayaan menjadi bagian kebersihan. Bagi Lora Ach. Hamzah itu bukanlah tugas yang ringan mengingat keadaan pondok masih kotor, kumuh dan tidak sebersih dan seindah saat ini. Amanah itu beliau emban dengan baik dan tekun, beliau selalu membersihkan dan menjaga inventaris pondok pesantren serta perkakas/alat kebersihan seperti pethok (Madura) dengan baik, sehingga tidak mudah hilang. di samping itu, beliau juga menjaga kebersihan dengan baik pula sehingga lingkungan sekitar Pondok menjadi bersih dan asri. Sebagai keturunan darah biru Lora Ach. Hamzah sadar betul bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, begitu juga dengan dirinya, nanti kalau sudah besar akan mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang kiai, sehingga tidak boleh tidak dia harus mempersiapkan semaksimal mungkin untuk menjadi Publik Figure di tengah-tengah masyarakat. Maka kemudian dia memilih ilmu fiqih dan ilmu tasawwuf sebagai kompetensi pilihannya, karena kedua ilmu tersebut sangat diperlukan dalam membentuk dirinya dan dalam membimbing masyarakat untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Disamping belajar ilmu fiqih dan tasawuf, beliau juga ilmu tauhid dan ilmu al-Qur’an. Selain itu, beliau juga mahir dalam bidang sastra. adapun prestasi yang pernah ditorehkan dalam hidupnya ketika masih menjadi santri di Pondok pesantren Bettet beliau sempat mengarang syair-syair madura di tegah-tengah kesibukannya mengemban tugas-tugas Pondok Pesantren. syair-syair tersebut kemudian dikumpulkan menjadi sebuah kitab yang berisi tentang kewajiban orang tua terhadap anaknya (Huququl Walidain). C. Lora Ach. Hamzah di Tengah Masyarakat Setelah beberapa tahun di Pondok Pesantren Bettet, Lora Ach. Hamzah bertambah dewasa, ilmunya pun juga semakin bertambah. Hal itu membuat Pengasuh Bettet menganggap Lora Ach. Hamzah sudah siap untuk diterjunkan di tengah-tengah masyarakat, hingga akhirnya beliau dipercaya untuk menjaga Pagar Pondok Pesantren, maksud amanah baru yang diemban Lora Ach. Hamzah tersebut bukanlah menjaga pagar yang biasanya mengelilingi rumah, akan tetapi menjadi tangan kanan atau wakil KH. Hefni untuk bersilaturrohmi, menghadiri undangan dan membimbing masyarakat sekitar Pondok Pesantren Bettet. Tentu ini adalah ujian berat bagi Lora Ach. Hamzah yang masih berusia remaja, namun dengan ketawaddu’annya dan kegigihannya beliau jalani amanah tersebut dengan sabar dan tabah. Kepercayaan KH. Hefni pun makin bertambah terhadap santrinya tersebut, sehingga kemudian lingkup masyarakat makin diperluas oleh Pengasuh Pondok Pesantren Bettet tersebut, yang awalnya hanya sekitar Pondok Pesantren makin meluas sampai ke desa-desa sekitar Pondok. KH. Moh. Rosyad sebagai seorang ayah mengetahui akan peran anaknya di Pesantren Bettet. Beliaupun bangga dengan anak pertamanya tersebut, sehingga kemudian KH. Moh Rosyad berfikir lain, sebagai orang tua beliau merasa punya kewajiban untuk mengawinkan anaknya yang sudah sewajarnya untuk membangun rumah tangga. Lora Ach. Hamzah yang selalu berbakti kepada orang tua menerima dengan lapang dada ketika ditawari oleh ayahnya untuk menikah, meskipun dia masih sedikit merasa takut untuk mengakhiri masa lajangnya, karena dia masih ingin menuntut ilmu lebih banyak lagi, tak lama kemudian Lora Ach. Hamzah dipamitkan oleh ayahnya kepada Pengasuh Pondok Pesantren Bettet KH. Hefni. Beberapa hari setelah kepulangannya sekitar tahun 1964 M, Lora Ach. Hamzah pun dinikahkan dengan seorang perempuan yang memang dipersiapkan jauh sebelumnya, dia adalah Nyai H. Hafilah Putri K. Abdur Rohman Pengasuh Pondok Pesantren Sekar Anyar. Dua tahun kemudian Lora Ach. Hamzah membentuk kelompok pengajian yang lokasinya jauh dari kediamannya, yaitu di kampong Pao Jeri yang sekarang menjadi lokasi Pondok Pesantren Taman Sari, pengajian tersebut beliau colok dari rumahnya dan beliau bina dengan tekun. D. Pindahnya Lora Ach. Hamzah Ke Pao Jeri Setelah beberapa bulan kemudian, Lora Ach. Hamzah merasa tertarik dengan masyarakat pao jeri yang begitu ramah dalam bergaul, sehingga beliau mempunyai inisiatif untuk tinggal dan hidup di kawasan itu. Masyarakat Pao Jeri mengetahui keinginan lora Ach. Hamzah tersebut. Dengan karisma dan kewajiban seorang Putra Kiai banyak masyarakat yang ingin menjariyahkan tanahnya untuk dijadikan tempat tinggal Lora Ach. Hamzah, tentu beliau sangat senang dengan kebaikan masyarakat Pao Jeri, namun hanya ada dua tanah yang cocok baginya untuk dijadikan tempat tinggal, yang pertama berada di dekat bukit dan yang kedua dekat dengan jalan, dan keduanya masih berupa alas yang gersang Lora Ach. Hamzah yang mempunyai jiwa tabah dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan, beliau meminta kepada Kiai Shiddiq pengasuh Pondok Pesantren Karang Anyar Tlanakan untuk menunjuk tanah yang baik digunakan sebagai tempat tinggal, dua tanah yang ditawarkan masyarakat Pao Jeri dilihat dan hanya satu yang cocok dan baik untuk dijadikan tempat tinggal, karena ketika dicium oleh Kiai Siddiq berbau harum, yaitu tanah yang berada di dekat jalan dan sekarang menjadi lokasi Pondok Pesantren Al-Islami As-Salafy Taman Sari Setelah beberapa hari kemudian, dibangunlah rumah kecil dan sederhana di atas tanah yang sempit dan tidak seluas sekarang ini, setelah pembangunan rumah selesai, rumah tersebut langsung didiami oleh Lora Ach. Hamzah dengan istrinya. setelah beberapa lama kemudian Lora Ach. Hamzah sadar bahwa pindahnya kelokasi tersebut agar lebih dekat dengan pengajian yang diasuhnya dan lebih membina masyarakat Pao Jeri, dengan obsesi besarnya tersebut dan bercermin pada kebanyakan ulama Madura yang membina pesantren, maka kemudian beliau berkeinginan mendirikan dan membangun pondok pesantren di sekitar kediamanya. E. Berdirinya Pondok Pesantren Al-Islami As-Salafy Taman Sari Mendirikan Pondok Pesantren bukanlah pekerjaan yang mudah seperti yang kita bayangkan, namun harus melewati masa persiapan yang matang terlebih dahulu, demikian juga apa yang dilakukan oleh Kiai Ach. Hamzah ketika ingin mendirikan Pondok Pesantren Taman Sari. beliau meminta nasehat kepada kiai Jeddin Pengasuh Pondok Pesantren Bunangka Pegantenan, ketika itu beliau tidak sendirian melainkan bersama seorang teman H. Alwi, anehnya sebelum kedatangan beliau Kiai Jeddin menyuruh santrinya untuk menyapu halaman karena ada “ Kiai Gumu’ “ yang mau datang, Kiai Jeddin menyebut Kiai Ach. Hamzah sebagai Kiai Gumu’ karena beliau mempunyai karakter pemberani, tegas dan berhati lembut dalam menyikapi sebuah masalah yang dihadapinya, selain itu, beliau juga tidak mengenal lelah dalam berdakwah memperjuangkan Agama Allah. Di samping itu, beliau juga meminta nasehat kepada mertuanya sendiri Kiai Abdur Rohman, pada malam hari Kiai Abdur Rohman langsung bermunajat kepada Allah SWT, dan ketika beliau tidur, beliau bermimpi melihat gentong berisi air penuh di lokasi yang akan dibangun Pondok Pesantren oleh Kiai Ach. Hamzah tersebut, kemudian gentong itu membasahi tanah yang ada di bawahnya, tanpa mengurangi air sedikitpun yang ada di dalam gentong tersebut, hal itu menandakan bahwa lokasi yang akan dibangun Pondok Pesantren oleh menantunya itu sangat baik. Setelah meminta nasehat kepada beberapa kiai, Kiai Ach. Hamzah pun masih belum puas, beliau masih bermunajat meminta petunjuk kepada Allah SWT, hingga pada suatu malam ketika beliau tidur bermimpi melihat air mengalir dari utara, keesokannya beliau menafsirkan air yang mengalir dari utara itu adalah santri-santrinya nanti banyak yang datang dari utara Pondok Pesantren. Dilihat dari kaca mata sekarang ternyata benar mayoritas santri Pondok Pesantren Taman Sari berasal dari utara, dan banyak alumni-alumninya yang berasal dari utara menjadi tokoh dan pembimbing masyarakat Perencanaan dan segala persiapan sudah matang, maka pada tahun 1966 didirikanlah Pondok Pesantren Al-Islami As-Salafy Taman Sari oleh Kiai Ach. Hamzah dan tahun itu ditetapkan sebagai tahun berdirinya Pondok Pesantren Al-Islami As-Salafy Taman Sari. F. Santri dan Perkembangan Pondok Pesantren Al-Islami As-Salafy Taman Sari Santri pertamanya adalah anak-anak tetangga Pao Jeri yang sebelumnya Mondok di Pondok Pesantren Sekar Anyar atau santri Kiai Abdur Rohman, dengan senang hati dan penuh ikhlas Kiai Abdur Rohman meridlo’i sebagian santrinya pindah ke Pondok Pesantren yang baru didirikan oleh menantunya tersebut, di antaranya seperti Ust. Shonhaji, Ust. Abd Mughni dan lain-lain. Selain dari sekar anyar, santri-santrinya juga muri-murid H. Mahfudz yang hanya mengaji Al-Qur’an pada malam hari. Hari demi hari Pondok Pesantren Al-Islami As-Salafy Taman Sari makin dikenal oleh masyarakat sehingga banyak para orang tua yang tertarik untuk memondokkan putra-putrinya di Pondok Pesantren tersebut. Sistem yang digunakan oleh Kiai Ach. Hamzah pertama kalinya adalah seperti layaknya Pondok Pesantren Jawa Klasik yaitu sistem Sorogan yang mana santri-santri berkelompok mengaji kitab kepada gurunya, kemudian sang Guru membacakan dan menerangkan kitab tersebut. Adapun tempat mengajinya santri saat itu adalah langgar Belli’(langgar bambu). Beberapa tahun kemudian dibangunlah masjid atas usulan masyarakat dengan alasan untuk dijadikan tempat mengajinya santri, karena langgar yang digunakan sebelumnya sudah tidak layak pakai lagi. Selain itu, juga untuk dipergunakan oleh masyarakat sekitar Pondok Pesantren karena jarak Masjid untuk sholat jum’at lumayan jauh. Kiai Ach. Hamzah sangat senang dengan usulan masyarakat tersebut, dan sekitar tahun 1971 M pembangunan masjid dimulai dan selesai pada tahun 1975 M yang kemudian diresmikan oleh Kiai Fadhol Pengasuh Pondok Pesantren Polagan. Dan pada tahun itu juga Kiai Ach. Hamzah menunaikan ibadah haji. Dalam melaksanakan ibadah haji beliau hanya sendirian tidak ditemani oleh Nyai Hafilah yang masih belum bisa meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil, ketika itu Kiai Ach. Hamzah sudah mempunyai tiga anak, yang pertama Nyai Badi’ah sekarang menjadi istri Alm. KH. Kholil Qorib Pengasuh Pondok Pesantren Sumber Sari, yang kedua Lora Abd. Wasik yang sekarang menjadi Penerus KH. Ach Hamzah di Pondok Pesantren Al-Islami As-Salafy Taman Sari, dan yang ketiga adalah Lora Moh. Qoyyim yang sekarang menjadi pengasuh di Pondok Pesantren Karang Manggis Rombuh Palengaan Pamekasan. Setelah pulang dari Baitullah, keadaan pondok pesantren taman sari dari tahun ke tahun semakin berkembang dengan selalu bertambahnya santri sehingga KH. Ach. Hamzah ingin merubah sistem pendidikan di pondok pesantren yang diasuhnya, yaitu dengan sistem sorogan menjadi sistem dibagi perkelas, sehingga pada tahun 1986 dibangunlah madrasah yang berlokasi di sebelah barat masjid. Waktu demi waktu KH. Ach. Hamzah selalu berusaha untuk mengembangkan Pondok Pesantren Al-Islami As-Salafy Taman Sari tanpa melupakan sosialisasi dan silaturrahmi dengan masyarakat sekitar, menghadiri undangan dan membimbing masyarakat. Semua itu beliau jalani dengan penuh kesabaran tanpa mengenal lelah, tidak jarang beliau berjalan kaki menuju desa-desa yang jaraknya jauh dengan Pondok Pesantren seperti Bulmatet Karang penang, Tengkinah Palengaan Daja yang tujuannya untuk berdakwah di jalan Allah serta menyebarkan ajaran Islam. Begitulah beliau dalam menjalani hidupnya, dan pada tahun 2000 beliau sudah hampir berusia 70 tahun, kesehatan beliau sudah sangat menurun walau hal itu tidak mengurangi gairah dan semangat beliau dalam berdakwah dan mengelola pesantren, dan pada tanggal 24 Sya’ban bertepatan dengan tanggal 6 November 2001 KH. Ach. Hamzah dipanggil ke hadirat Allah SWT. Innalillahi Wainnailaihi Roji’un. Dan kemudian Pondok Pesantren Al-Islami As-Salafy Taman Sari diasuh oleh putra beliau yang kedua yaitu KH. Abd Wasik Hamzah sampai sekarang. Perkembangan zaman yang semakin maju disikapi dengan bijak oleh KH. Abd Wasik Hamzah sebagai pengasuh baru Pondok Pesantren Al-Islami As-Salafi Taman Sari, sehingga demi perkembangan dan kemajuan pondok pesantren beliau tidak hanya mencukupkan pendidikan santri pada madrasah diniyah namun juga didirikan pendidikan ammiyah mulai dari tingkat dasar sampai ke tingkat atas (PAUD, TK, MI, MTs, MA dan SMK).